DESAIN: “INVESTASI” JANGKA PANJANG BAGI PEBISNIS
Desain Investasi Jangka Panjang Bagi Para Pebisnis
Pernah kan Anda bertanya, mengapa perusahaan yang sudah stabil, mapan, dan maju, tetap mengiklankan bisnisnya di berbagai media? Pernahkah Anda memikirkan, apakah itu merupakan hal yang penting? Mari kita cari tahu jawabannya.
Pebisnis atau pengusaha, merupakan orang yang berkomitmen dalam penyediaan produk berupa barang, jasa, maupun ide untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Pebisnis memiliki orientasi dan visi jauh ke depan yang tidak hanya mengejar keuntungan semata, tetapi juga ingin usahanya stabil hingga bertahan selama mungkin. Tidak heran jika banyak pebisnis harus menyiapkan investasi jangka panjang bersifat material seperti aset dan sumber daya.
Sudut pandang ilmu bisnis, ekonomi, manajemen, maupun akuntansi telah memberikan gambaran bahwa berinvestasi secara material melalui aset dan sumber daya memberikan keuntungan jangka panjang. Tim ahli, tim R & D, surveyor lapangan, teknisi, karyawan, investor, modal, gedung (termasuk tempat produksi), peralatan, teknologi server, dan lain sebagainya merupakan aset dan sumber daya yang menjadi prioritas. Di sisi lain, investasi yang bersifat non-material cenderung kurang diperhatikan. Salah satu hal yang luput dari perhatian pebisnis yaitu “desain”.
Mari kita fokus sejenak pemahaman bisnis dari sudut pandang lain, dalam pembahasan kali ini yaitu pada ilmu desain dan psikologi. Mengutip quote dari Robert L. Peters, seorang pendidik dan desainer grafis dari Kanada,
“DESIGN creates culture, Culture shapes values, Values determine the FUTURE”
Quote di atas terdengar hiperbolis yang artinya kurang lebih: “desain menciptakan budaya, budaya membentuk nilai, nilai menentukan masa depan”. Dengan menggunakan cara berpikir silogisme (ilmu logika matematika), kita bisa meringkasnya menjadi “desain menentukan masa depan”.
Bagaimana desain bisa berperan dalam menentukan masa depan bisnis?
Sebelum membahas lebih lanjut, saya meminjam secuil ilmu psikologi khususnya teori Maslow dari Abraham Harold Maslow. Teori ini membahas lima tingkatan kebutuhan yang memotivasi manusia untuk memenuhi kebutuhannya secara hierarkis. Melalui teori ini, kebutuhan-kebutuhan pebisnis dalam mengembangkan bisnisnya akan dibedah sesuai tingkatannya mulai dari dasar hingga ke tingkat tertinggi. Tentunya, pembahasan dibatasi hanya pada ilmu desain komunikasi visual agar tidak melebar.
Gambar 1. Hierarki Teori Kebutuhan Maslow
Sumber: https://twitter.com/ezash/status/1228650555360174081/photo/2
Tingkat Pertama: Kebutuhan Fisiologi
Kebutuhan paling mendasar dan harus dipenuhi dalam membangun bisnis yaitu: nama bisnis, orientasi bisnis, model bisnis, visi misi, dan sebagainya. Pada tahap ini peran desain belum begitu terlihat, dan peran desainer lebih pada konsultan pemilihan nama bisnis. Umumnya pemilihan nama bisnis hanya dilakukan hanya untuk “sekedar ada” saja sebagai aspek pembeda kepemilikan.
Namun demikian disarankan untuk nama bisnis sudah mulai dipilih dengan penuh pertimbangan karena nama yang unik akan mudah diingat, misalnya: “Becakmabur” creative agency di Semarang, Toko Gampang Ingat di Semarang, dan lain sebagainya.
Tingkat kedua: Kebutuhan Rasa Aman
Rasa aman yang dibutuhkan pebisnis bisa terwujud bila usahanya mulai dikenal masyarakat, produknya bisa diterima konsumen, bisa berkompetisi secara sehat, serta bisnisnya tidak dijiplak oleh pihak lain. Pada tingkat ini peran desain dan desainer mulai signifikan dalam perancangan corporate identity. Pebisnis membutuhkan corporate identity berupa logo perusahaan, business stationary, maupun signage system agar diakui keberadaannya. Kegiatan marketing juga perlu dilakukan agar produknya dikenal baik melalui personal selling (berinteraksi langsung melalui presentasi kepada calon konsumen serta menerima pesanan di tempat) maupun direct marketing (berinteraksi langsung kepada calon konsumen melalui surat, email, telepon, dan sebagainya).
Baca juga: “Brief Pembatas Ego Pebisnis & Desainer”
Tingkat ketiga: Kebutuhan Sosial (Relasi)
Pebisnis perlu berkomunikasi secara verbal maupun visual baik melalui public relations maupun advertising untuk memperluas relasi. Public Relations bisa di-handle oleh tim internal atau bisa juga dengan meng-hire PR Agency terpercaya untuk menyampaikan keunggulan bisnis beserta produknya kepada masyarakat luas. Peran desainer sebagai insan kreatif sangat diperlukan dalam kegiatan Advertising melalui media-media iklan. Iklan yang dirancang harus jelas apakah tujuannya: inform (menginformasikan produk), influence (mempersuasi konsumen), remind (mengingatkan), educate (mendidik khalayak), alter perception (mengubah persepsi/menambah nilai guna), atau entertain (memberikan hiburan).
Tingkat keempat: Kebutuhan Penghargaan
Pebisnis berhak mendapatkan penghargaan atas segala upaya yang telah dilakukannya. Penghargaan bisa berupa pengakuan terhadap kualitas produk maupun reputasi bisnisnya. Untuk mencapai tahap ini pebisnis harus fokus membangun image melalui brand (merek). Peran desain dan desainer semakin penting karena branding memerlukan waktu yang tidak singkat. Branding terdiri dari 4 tahapan, dan yang relevan dengan kebutuhan ini yaitu: brand awareness, perceived quality, serta brand association (brand loyalty masuk pada pembahasan berikutnya).
Brand awareness merupakan kemampuan konsumen dalam mengenali atau mengingat suatu merek. Perceived quality merupakan persepsi konsumen terhadap keseluruhan kualitas dan keunggulan produk.
Brand association merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan konsumen tentang brand. Untuk mendukung branding, pebisnis bisa memilih diferensiasi dan diversifikasi produk agar semakin menegaskan keunggulan brand yang dimilikinya.
Tingkat kelima: Kebutuhan Aktualisasi Diri
Sebagai kebutuhan puncak, pebisnis mulai menikmati pencapaiannya dalam bentuk keuntungan terbesar, nilai saham tertinggi, value merek teratas, atau melalui hasil lainnya. Untuk memenuhi kebutuhan ini, satu aktivitas lagi yang perlu dilakukan yaitu membangun brand loyalty. Brand loyalty merupakan ukuran keterkaitan konsumen terhadap merek sehingga membentuk loyalitas. Konsumen percaya terhadap kualitas dan reputasi dari merek tertentu, dan tidak akan berpindah ke merek lain meskipun semakin banyak kompetitor yang bermunculan. Karena ini merupakan tahap puncak, dibutuhkan desain dan desainer proesional, yang mampu mengikat konsumen untuk menjadi loyal. Dalam komunikasi bisnis, branding merupakan tahap tertinggi dan di dalamnya mencakup marketing, public relations, dan advertising.
Dari paparan di atas jelas bahwa di setiap kebutuhan, pebisnis selalu membutuhkan “desain”. Contoh yang paling mudah yaitu brand AQUA. AQUA selalu menguasai masketshare lebih dari 50% selama 5 tahun mulai 2015 – 2019 (sumber: topbrandward.com) di bisnis air mineral. Namun apakah kita tahu bagaimana perjalanan brand ini mulai pertama kali diperkenalkan hingga sekarang menjadi top of mind?
Pada awalnya, produk ini dijual dengan nama PURITAS. Pertama kali ditawarkan, produk ini mendapat sambutan yang kurang baik, diremehkan, serta dianggap aneh oleh masyarakat saat itu. Karena pertimbangan tertentu, brand PURITAS diganti menjadi AQUA dan menjadi satu-satunya merek air minum di Indonesia. Hingga saat ini iklan AQUA masih sering kita jumpai di berbagai media. Desain label AQUA pernah diredesain dengan tema “Keindahan Indonesia” untuk membidik target pasar generasi muda melalui kompetisi desain grafis dan fotografi pada tahun 2017. Pada tahun 2019, label dan logo AQUA diredesain menjadi lebih minimalis dan perubahan warna yang semula biru tua menjadi biru lebih muda untuk mengkampanyekan tagline “Kebaikan Berawal Dari Sini”. Bahkan perubahan tersebut telah dibuatkan iklan dan ditayangkan di media televisi.
Dari contoh di atas, sekali lagi, saya setuju bahwa desain merupakan “investasi” jangka panjang bagi pebisnis.
Terima kasih,
Toto Haryadi, S.Sn, M.Ds
Dosen DKV UDINUS & Praktisi Multimedia
083877060720 / [email protected]